Morning Light: Karena Setiap Cinta Menuliskan Cerita

8/18/2012 08:43:00 AM



06.08.2012

Aku seperti bunga matahari yang selalu mengejar sinar matahari, hanya melihat pada dia: matahariku.
Aku mengagumi kedalaman pikirannya, caranya memandang hidup-malah, aku mati-matian ingin seperti dirinya.

Aku begitu terpesona hingga tanpa sadar hanya mengejar bayang-bayang. Aku menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendongak sampai lupa kemampuan diriku sendiri.
Aku bahkan mengabaikan suara lirih dari dasar hatiku. Aku buta dan tuli. Dan di suatu titik akhirnya tersungkur. Saat itulah aku mulai bertanya-tanya: Apakah dengan menjadi seperti dia, aku pun akan dicintai?




Ehem. Jadi, saya sebagai seorang pelajar SMA yang unyu-unyu ini diberi tugas oleh Bu Guru tercinta untuk membuat resensi novel. Kebetulan lah, saya berhasil menyelesaikan resensi ini dengan baik--itu menurut guru saya. Enjoy it.

Hidup Dalam Bayang

Judul Buku           : Morning Light " Karena Setiap Cinta Menuliskan Cerita" 
Pengarang            : Windhy Puspitadewi
Penerbit               : Gagasmedia, Jakarta
Tahun                   : 2010, cetakan I 2010
Jumlah Halaman   : 180 halaman

Windhy Puspitadewi. Seorang penulis yang berhasil menghasilkan berbagai novel teenlit maupun teen romance. Contohnya saja, Confeito, Incognito, Let Go dan Morning Light. Cerita yang diambil untuk novel-novelnya, Windhy lebih banyak mengambil cerita anak sekolahan.


Morning Light. Novel ini didasarkan pengalaman pribadi Windhy. Yakni, saat ia masih duduk di bangku sekolah, Windhy mempunyai seseorang yang ingin ia kejar. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha menjadi seperti orang yang ingin ia kejar.

Sama halnya dengan keempat tokoh dalam novel ini. Devon yang dipaksa oleh ayahnya--Ruslan Jayadi, seorang pemain sepak bola terkenal yang harus gantung sepatu karena cidera--untuk menjadi pemain sepak bola. Sebenarnya, Devon memang gemar bermain sepak bola, tapi karena tuntutan ayahnya, ia menjadi merasa jenuh pada sepak bola. Sophie yang merasa harus menjadi penulis seperti mamanya. Julian, terobsesi dengan kakaknya--Daniel--, seorang murid yang berhasil mendapat perak di Olimpiade Matematika Internasional. Kemudian, Agnes, si cengeng yang dibesarkan dalam keluarga dokter tapi tidak bisa mengikuti jejak kedua orang tuanya serta kakaknya yang sudah meninggal--Jessica.

Dalam novel ini diceritakan, bagaimana kehidupan keempat tokoh di bawah tekanan dan di bawah bayang-bayang orang lain. Mengisahkan penyangkalan-penyangkalan tentang kemampuan pribadi yang sama sekali berbeda dengan apa yang selama ini mereka kejar.

Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, jadi mudah dipahami jalan ceritanya. Apalagi, gaya bahasanya yang sesuai dengan kalangan remaja, gaya bahasa yang santai dan mudah dipahami.

Meskipun mengisahkan tentang empat orang yang berbeda dalam satu novel, tapi cerita keseluruhan tetap mengalir. Sudut pandang yang berbeda-beda tak membuat novel ini terpisah-pisah.

Singkat cerita, semua tokoh dalam novel ini mengalami masalah yang sama. Hidup dalam bayang orang lain tanpa pernah menyadari potensi diri sendiri. Lewat masalah-masalah yang dialami para tokoh lah Windhy menyampaikan pesannya. " Tidak banyak yang tahu bahwa aku punya seseorang yang kukejar sejak kecil. Sampai akhirnya aku sadar, sekuat apapun aku berusaha, kami bukanlah orang yang sama. Hidupku tak sama dengan hidupnya. Dia memiliki segala kelebihan yang tidak kumiliki dan sebaliknya, aku punya kelebihan yang tidak dia miliki. Sejak saat itu, aku berhenti mengejarnya dan berusaaha mencari tujuanku sendiri. Bunga matahari berhenti mengejar matahari. Memang butuh waktu lama untuk menyadarinya, tapi sekarang setidaknya aku merasa lebih mencintai diriku sendiri."

Kekurangan dari novel ini adalah, ada beberapa bagian yang salah cetak. Tapi, selain itu secara keseluruhan dari segi isi ceritanya menyentuh dan bermakna. Apalagi covernya yang bergambar bunga matahari semakin membuat novel ini menjadi menarik.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.